BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
ISPA
atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah sekelompok penyakit yang menyerang
saluran pernafasan. Secara anatomis dapat dibagi dua bagian, yaitu ISPA atas
(Acute Upper Respiratory Infection) dan ISPA bawah (Acute lower Respiratory
Infection) (Warta posyandu, 1999).
B.
RUMUSAN
MASALAH
a) Apa
pengertian dari ISPA?
b) Apakah
penyebab dan faktor ISPA?
c) Apa
tanda dan gejala ISPA?
d) Bagaimana
konsep tata laksana dan pengobatan ISPA?
C.
TUJUAN PENULISAN
a)
Untuk mengetahui ISPA, penyebab serta faktor ISPA.
b)Untuk mengidentifikasi
tanda dan gejala ISPA serta konsep tatalaksana pengobatan ISPA.
BAB II
PEMBAHASAN / ARTIKEL ISPA
ARTIKEL I
A.
Pengertian
ISPA
ISPA
atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah sekelompok penyakit yang menyerang
saluran pernafasan. Secara anatomis dapat dibagi dua bagian, yaitu ISPA atas
(Acute Upper Respiratory Infection) dan ISPA bawah (Acute lower Respiratory Infection)
(Warta posyandu, 1999). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni: infeksi,
saluran pernafasan dan akut dengan pengertian sebagai berikut:
(i)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
(ii)
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
(iii)
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari (Depkes R. I, 2000)
ARTIKEL 2
B.
Penyebab
ISPA
Etiologi
ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptokokus. Stafilokokus,
Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus Penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. Etiologi Pneumonia pada balita sukar
untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococus pneumoniae dan
Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada
penelitiannya (Depkes RI, 2000) dan infeksi juga disebabkan oleh bahan-bahan
lain sehingga dikenal:
1.
Chemical pneumonialis: Inhalasi bahan-bahan organik uap kimia seperti
berillium.
2.
Extrinsix alergic alveolitis: Inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung
alergen, seperti debu dari pabrik-pabrik gula yang mengandung spora
actinomycetes thermofilik.
3.
Drug reaction pneumonitis: Nitro furantoih, busulfan, methotrexate.
4.
Pneumonia yang sebabnya tidak jelas: Desguamative intrtitial pneumonia,
eosinofilik.
ARTIKEL 3
C.
Faktor
Resiko ISPA
Berbagai
publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pneumonia. Faktor resiko yang meningkatkan insiden Pneumonia,
diantaranya:
1.
Faktor Umur.
Beberapa
faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis
kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian
yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru
biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB
Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2.
Faktor Jenis Kelamin.
Di
benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996
jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat
sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru
Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki
sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB
paru.
3.
Tingkat Pendidikan
Tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat
pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4.
Pekerjaan
Jenis
pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan
kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.Jenis pekerjaan
seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai
dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan
kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah
(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi
setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan
memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis
kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah
yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah
terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5.
Kebiasaan Merokok
Merokok
diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan
kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker
kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per
tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di
Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di
Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita
perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk
terjadinya infeksi TB Paru.
6.
Kepadatan hunian kamar tidur
Luas
lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya
agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan
kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas
minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang.
Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan
yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua
orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin
volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75
m.
7.
Pencahayaan
Untuk
memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum
20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka
dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah
yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas
pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux.,
kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat
dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan
pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.
8.
Ventilasi
Ventilasi
mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara
didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya
proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri
penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi
kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di
dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk
sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10%
dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan
luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar
juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan.
Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih
60%.
9.
Kondisi rumah
Kondisi
rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan
dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.
10.
Kelembaban udara
Kelembaban
udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum
berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati
bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11.
Status Gizi
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko
3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status
gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
12.
Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan
sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan,
gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan
sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka
akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena
infeksi TB Paru.
13.
Perilaku
Perilaku
dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB
Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan
berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya
berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
ARTIKEL 4
D.
Tanda
dan Gejala ISPA
v Tanda
dan gejala Infeksi Saluran Pernafasan
Menurut
Depkes R.I (1993) tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan secara umum
adalah sebagai berikut: batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,
demam dan sakit telinga.
v Tanda
dan gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Secara
umum sebagian besar dari penderita didahului dengan peradangan saluran
pernafasan bagian atas, kemudian timbul pada saluran pernafasan bagian bawah,
serangan biasanya mendadak dengan perasaan menggigil dan panas badan yang
tinggi pada pagi dan sore hari atau variasi diurinal, batuk-batuk terdapat pada
75% dari penderita (Price dan Wilson, 1995). Infeksi saluran pernafasan akut
terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia dan pneumonia berat, tanda dan
gejalanya adalah sebagai berikut:
a.
Bukan pneumonia (Batuk pilek biasa)
1.
Tak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
2.
Tidak disertai nafas cepat
b.
Pneumonia
1.
Tak ada tarikan dinding dada kedalam
2.
Disertai nafas cepat (balita: lebih dari 40X/menit)
c.
Pneumonia berat
1.
Ada tanda bahaya (tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, gizi
buruk)
2.
Ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada saat menarik nafas.
3.
ada wheezing (bunyi mengik)
(Depkes
R.I, 1993).
E.
Komplikasi
Komplikasi
yang sering terjadi, diantaranya: empiema, efusi pleura, meningitis,
endokarditis, atelektasis, septikemia, abses paru dan perikarditis (rahajoe,
1994).
F.
Konsep
Tatalaksana ISPA
v Cara
Melakukan Pemeriksaan :
Pemeriksaan
artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan
kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak dengan bantuan alat maupun tidak.
Dalam melakukan pemeriksaan pada anak harus setenang mungkin, karena anak yang
menangis dan memperlihatkan tanda-tanda gelisah dapat mengaburkan tanda-tanda
penyakit. Sebelum memeriksa mintalah kepada ibunya agar anak jangan dibangunkan
jika sedang tidur, jangan membuka pakaian atau mengganggu anak, kemudian
mulailah memeriksa (Depkes R.I, 1993).
a.
Dalam pemeriksaan anak perlu dilakukan anamnesa dengan menanyakan kepada ibunya
atau yang mengasuh, meliputi:
1.
Berapa umur anak?
2.
apakah anak batuk? Berapa lama?
3.
Apakah anak dapat minum?
4.
Apakah demam/ panas badan?
5.
Apakah ada kejang?
Perhatikan,
anak dikatakan tidak dapat minum jika sama sekali tidak mampu minum atau anak
sangat lemah untuk minum, tidak dapat menelan atau menetek, sering muntah
sehingga tidak ada yang ditelan (Depkes R.I, 1993).
b.
Periksa lihat dan dengar
Cara
melakukan pemeriksaan lihat, raba dan dengar, diantaranya:
1.
Menghitung frekuensi nafas dalam satu menit
2.
Melihat ada tidaknya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
3.
Melihat dan Mendengar stridor
4.
Melihat dan mendengar Wheezing (bunyi mengik)
5.
Melihat kesadaran menurun
6.
Meraba adanya demam
7.
Melihat tanda-tanda gizi buruk
(Depkes
R.I, 1993).
v Cara
menentukan Klasifikasi
Berdasarkan
hasil dari pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah dua bulan dan
untuk golongan umur dua bulan sampai dengan lima tahun.
a.
Untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit, yaitu:
Pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai
nafas sesak, yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu
anak menarik nafas (anak dengan wheezing atau stridor dapat memberikan gejala
tarikan dinding dada bagian bawah, dimana stridor merupakan tanda bahaya dan
harus dirujuk ke puskesmas/ rumah sakit). Pneumonia yaitu bila disertai nafas
cepat dan tidak ada tarikan dinding dada kedalam. Batas nafas cepat Untuk usia
2 bulan – 12 bulan = 50 X per menit atau lebih sedangkan untuk usia 1-4 tahun =
40 X per menit atau lebih. Sedangkan Bukan pneumonia (Batuk pilek biasa), bila
tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
b.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit, yaitu pneumonia
berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, yaitu bila ditandai salah satu
tanda tarikan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas
cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 x per menit atau lebih. Bukan
pneumonia (batuk pilek biasa), yaitu bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Ada
beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokan
sebagai “tanda bahaya”. Untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun yaitu: Tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan “Tanda
bahaya” untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun sampai kurang dari ½ dari volume yang bisa diminumnya),
kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing dan demam/dingin (Depkes R.I,
1993).
ARTIKEL 5
G.
Pengobatan
ISPA
Pengobatan
bukan pneumonia (batuk pilek biasa) yaitu tanpa pemberian obat antibiotik dan
diberikan perawatan di rumah, yaitu untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang tidak merugikan
seperti codein, dekstrometorfan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun demam yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening di leher yang nyeri tekan, dianggap sebagai
“Radang tenggorokan oleh kuman Steptokokus” dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari. Setiap bayi/ anak dengan “tanda bahaya” harus
dirujuk ke dokter/ rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pengobatan
Pneumonia yaitu dengan diberi obat antibiotik kotrimoksasol. Bila dengan
pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat digunakan obat
antibiotik pengganti kotrimoksasol. Antibiotik pengganti kotrimoksasol yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. Bila penderita memburuk menjadi
pneumonia berat, maka harus dirujuk ke rumah sakit. Pengobatan pneumonia berat
yaitu dengan dirawat di rumah sakit. dan diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
Dosis
obat parasetamol 500 mg untuk usia 2 bulan – 6 bulan, yaitu 4 x 1/8 tablet;
usia 6 bulan – 3 tahun, yaitu 4 x ¼ tablet; Usia 3 tahun – 5 tahun, yaitu 4 x ½
tablet. Dosis parasetamol berdasarkan berat badan adalah 10 mg/kg BB/kali.
Dosis
obat kotrimoksasol 480 mg untuk usia 2 bulan – 6 bulan, yaitu 2 x ¼ tablet;
usia 6 bulan – 3 tahun, yaitu 2 x ½ tablet; Usia 3 tahun – 5 tahun, yaitu 2 x 1
tablet, dengan catatan kotrimoksasol diberikan selama 5 hari. Dosis
kotrimoksasol berdasarkan berat badan adalah 48 mg/kg BB/hari. Bila digunakan
kotrimoksasol tablet pediatrik atau sirup, maka perlu diketahui bahwa 1 tablet dewasa
sama dengan 4 tablet pediatrik (1 tablet pediatrik = 120 mg), sama juga dengan
2 sendok takar (10 ml) sirup.
Pemberian obat
batuk tradisional atau ekspektoran yang dianjurkan, seperti obat batuk
tradisional, yaitu campuran air jeruk nipis dengan kecap manis atau madu (½
sendok teh kecap manis atau madu ditambah ½ sendok teh air jeruk nipis)
diberikan 3-4 X sehari selama 2 hari. Ekspektoran, diantaranya obat batuk putih
(OBP) yang tidak mengandung antihistamin, kodein, dekstrometorfan.
BAB III
PENUTUP
RESENSI ARTIKEL ISPA
ISPA
atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah sekelompok penyakit yang menyerang
saluran pernafasan. Secara anatomis dapat dibagi dua bagian, yaitu ISPA atas
(Acute Upper Respiratory Infection) dan ISPA bawah (Acute lower Respiratory
Infection) (Warta posyandu, 1999). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni:
infeksi, saluran pernafasan dan akut dengan pengertian sebagai berikut:
(i)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
(ii)
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
(iii)
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari (Depkes R. I, 2000)
Ø Penyebab
ISPA :
Virus
Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Ø Faktor
Resiko ISPA :
1) Faktor
Umur.
2) Faktor
Jenis Kelamin.
3) Tingkat
Pendidikan.
4) Pekerjaan.
5) Kebiasaan
Merokok.
6) Kepadatan
hunian kamar tidur.
7) Pencahayaan.
8) Ventilasi.
9) Kondisi
rumah.
10) Kelembaban udara.
11) Status Gizi.
12) Keadaan Sosial Ekonomi.
13) Perilaku.
Ø Tanda
dan Gejala ISPA :
v Tanda
dan gejala Infeksi Saluran Pernafasan
Menurut
Depkes R.I (1993) tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan secara umum
adalah sebagai berikut: batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,
demam dan sakit telinga.
v Tanda
dan gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Secara
umum sebagian besar dari penderita didahului dengan peradangan saluran
pernafasan bagian atas, kemudian timbul pada saluran pernafasan bagian bawah,
serangan biasanya mendadak dengan perasaan menggigil dan panas badan yang
tinggi pada pagi dan sore hari atau variasi diurinal, batuk-batuk terdapat pada
75% dari penderita (Price dan Wilson, 1995). Infeksi saluran pernafasan akut
terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia dan pneumonia berat, tanda dan
gejalanya adalah sebagai berikut:
·
Bukan pneumonia (Batuk
pilek biasa).
·
Pneumonia.
·
Pneumonia berat.
Ø Komplikasi
:
Komplikasi
yang sering terjadi, diantaranya: empiema, efusi pleura, meningitis,
endokarditis, atelektasis, septikemia, abses paru dan perikarditis (rahajoe,
1994).
Ø Konsep
Tatalaksana ISPA :
·
Cara Melakukan
Pemeriksaan :
Dalam
melakukan pemeriksaan pada anak harus setenang mungkin, karena anak yang
menangis dan memperlihatkan tanda-tanda gelisah dapat mengaburkan tanda-tanda
penyakit. Sebelum memeriksa mintalah kepada ibunya agar anak jangan dibangunkan
jika sedang tidur, jangan membuka pakaian atau mengganggu anak, kemudian
mulailah memeriksa (Depkes R.I, 1993).
·
Cara menentukan
Klasifikasi :
Berdasarkan
hasil dari pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah dua bulan dan
untuk golongan umur dua bulan sampai dengan lima tahun.
Ø Pengobatan
ISPA :
Pengobatan
bukan pneumonia (batuk pilek biasa) yaitu tanpa pemberian obat antibiotik dan
diberikan perawatan di rumah, yaitu untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang tidak merugikan
seperti codein, dekstrometorfan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun demam yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening di leher yang nyeri tekan, dianggap sebagai
“Radang tenggorokan oleh kuman Steptokokus” dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari. Setiap bayi/ anak dengan “tanda bahaya” harus
dirujuk ke dokter/ rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pengobatan
Pneumonia yaitu dengan diberi obat antibiotik kotrimoksasol. Bila dengan
pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat digunakan obat
antibiotik pengganti kotrimoksasol. Antibiotik pengganti kotrimoksasol yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. Bila penderita memburuk menjadi
pneumonia berat, maka harus dirujuk ke rumah sakit. Pengobatan pneumonia berat
yaitu dengan dirawat di rumah sakit. dan diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
Pemberian obat batuk
tradisional atau ekspektoran yang dianjurkan, seperti obat batuk tradisional,
yaitu campuran air jeruk nipis dengan kecap manis atau madu (½ sendok teh kecap
manis atau madu ditambah ½ sendok teh air jeruk nipis) diberikan 3-4 X sehari
selama 2 hari. Ekspektoran, diantaranya obat batuk putih (OBP) yang tidak
mengandung antihistamin, kodein, dekstrometorfan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar