BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyelenggaraan Rekam Medis di rumah sakit Indonesia dimulai
Tahun 1989 sejalan dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.749a/Menkes/PER/XII/1989 tentang Rekam Medis,yang mana pengaturannya masih mencakup
rekam medis berbasis kertas (konvensional). Rekam medis konvensional dianggap
tidak tepat lagi untuk digunakan di abad 21 yang menggunakan informasi secara
intensif dan lingkungan yang berorientasi pada otomatisasi pelayanan kesehatan
dan bukan terpusat pada unit kerja semata. Seiring dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang melanda dunia telah berpengaruh
besar bagi perubahan pada semua bidang, termasuk bidang kesehatan. Hal ini
sesuai dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah seperti tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004 – 2009 yang menjelaskan bahwa
“Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi difokuskan
pada enam bidang prioritas, antara lain pengembangan teknologi dan informasi
dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan. Salah satu penggunaan
teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi tren dalam pelayanan
kesehatan secara global adalah rekam kesehatan elektronik. Selama ini rekam
medis mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dan PermenkesNo.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai
pengganti dari Peraturan Menteri Kesehatan
No.749a/Menkes/PER/XII/1989.Undang-undang No.29 Tahun 2004 sebenarnya
telah diundangkan saat RME sudah banyak digunakan,namun belum mengatur mengenai
EHR. Begitu pula Peraturan Menteri Kesehatan No.269/Menkes/PER/III/2008
tentang Rekam Medis belum sepenuhnya mengatur mengenai EHR.Hanya pada Bab II
pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Rekam medis harus dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik”.Secara tersirat pada ayat tersebut
memberikan ijin kepada sarana pelayanan kesehatan membuat rekam medis secara
elektronik (EHR). Penyelenggaraan EHR di rumah sakit sejalan dengan adanya
tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang semakin berkualitas, karena
salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu (1)
pencegahan adverse event,
(2) memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan (3) melacak serta menyediakan
umpan balik mengenai adverse
event. Keuntungan lain dari EHR yaitu dapat memberikan peringatan dan
kewaspadaan klinik (clinical alerts and reminders), hubungan dengan
sumber pengetahuan untuk menunjang keputusan layanan-kesehatan (health care
decision support) dan analisis data agregat.
Selain itu dengan adanya EHR memungkinkan
terselenggaranya komunikasi silang yang semakin kompleks antara sesama tenaga
kesehatan dengan berbagai pihak yang sama-sama memberikan pelayanan kepada
pasien di sarana pelayanan kesehatan, dan EHR juga dapat digunakan
sebagai salah satu masukan penting dalam mengukur keberhasilan program
kesehatan di instansi pelayanan yang ada. (Menkes RI, 2005). Saat ini di
Indonesia tercatat sekitar 1300 RS dan ribuan puskesmas (Menkes RI) yang
tentunya pemerintah perlu memikirkan rancangan induk (grand disain) EHR yang disusun secara strategis per
regional meliputi wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat. Rancangan EHR
tersebut tentunya harus dapat mengatasi hal-hal yang sering terjadi pada rekam
medis berbasis kertas antara lain: (1) Aksesibilitas informasi kesehatan pasien
belum real time, (2)
kelengkapan, keakuratan dan keamanan informasi kesehatan pasien masih rendah,
(3) Pemanfaatan data pasien dalam pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi di sarana pelayanan kesehatan oleh para pengelola
sarana pelayanan kesehatan belum optimal, (4) Data pasien belum dioptimalkan
oleh para tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan secara berkesinambungan
dalam rangka pelayanan yang efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian dari Rekam
Medik Elektronik?
2.
Apa saja komponen
dari penyusun Rekam Medik Elektronik?
3. Bagaimana pengimplementasian
Rekam Medik Elektronik di Sarana Pelayanan Kesehatan?
4.
Bagaimana Strategi
Implementasi dan Pengembangan Rekam Medik Elektronik?
5.
Apa saja keuntungan
dan kelemahan dalam EHR?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui pembahasan apa saja yang ada dalam Rekam Medik Elektronik.
2. Untuk mengetahui pengimplementasian pada Rekam Medik Elektronik
BAB
II
REKAM
MEDIK ELEKTRONIK
A. Pengertian Rekam Medik Elektronik
Rekam Kesehatan
Elektronik atau Electronic Medical
Record sering disingkat EMR atau
RME merupakan kegiatan mengkomputerisasikan isi rekam kesehatan dan proses yang
berhubungan dengannya.Pada awalnya rekam kesehatan di Indonesia masih dikenal
dengan istilah rekam medis yang sampai saat inipun sebagian rumah sakit di
Indonesia masih menggunakan istilah yang sama.Rekam Medis adalah “Himpunan
fakta tentang kehidupan seorang pasien dan riwayat penyakitnya, termasuk
keadaan sakit, pengobatan saat ini dan lampau yang ditulis oleh para praktisi
kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien”.
(Huffman, 1999)
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan
Nomor:269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis menjelaskan bahwa rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien (Bab I pasal 1).
Rekam medis yang memuat informasi
evaluasi keadaan fisik dan riwayat penyakit pasien amat penting dalam
perencanaan dan koordinasi pelayanan pasien, bagi evaluasi lanjut serta
menjamin kontinuitas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu kelengkapan,
keakuratan dan ketepatan waktu pengisian harus diupayakan dalam organisasi
kesehatan karena amat penting bagi kelayakan tindakan pelayanan dan rujukan. EHR
bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan diinstall seperti paket word-processing atau sistem informasi pembayaran dan
laboratorium yang secara langsung dapat
dihubungkan dengan sistem informasi lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan
tertentu. EHR merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan
memenuhi satu set fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Medical Records: A
Practical, Guide for Professionals and Organizations harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
·
Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated data from multiple
source)
·
Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture data at the point of
care)
·
Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan
keputusan (Support caregiver
decision making).
Sedangkan Gemala Hatta menjelaskan
bahwa EHR terdapat dalam sistem yang secara khusus dirancang untuk mendukung
pengguna dengan berbagai kemudahan fasilitas untuk kelengkapan dan
keakuratan data; memberi tanda waspada; peringatan; memiliki sistem untuk
mendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis
serta alat bantu lainnya.
B. Komponen EHR
Menurut Johan Harlan, komponen
fungsional EHR, meliputi :
1.
Data
pasien terintegrasi
2.
Dukungan
keputusan klinik
3.
Pemasukan
perintah atas klinikus
4.
Akses
terhadap sumber pengetahuan
5.
Dukungan
komunikasi terpadu
C. Implementasi EHR di Sarana Pelayanan Kesehatan ( Saryankes )
Salah satu aspek yang paling sulit dalam menerapkan EHR
adalah pada tahapan implementasi. Ada beberapa alternatif implementasi yaitu:
·
Implementasi seluruh
fungsi di semua unit (instalasi) pada saat yang sama secara menyeluruh di rumah
sakit,
·
Implementasi seluruh
fungsi pada satu unit (instalasi). Jika di lokasi tersebut sudah stabil,
kemudian dilanjutkan ke seluruh lokasi lain pada saat yang sama,
·
Implementasi fungsi-fungsi
terbatas pada seluruh unit (instalasi), misalnya permintaan tes laboratorium
secara elektronik. Jika fungsi ini sudah menjadi bagian dari kegiatan klinik
secara rutin, kemudian menerapkan lebih banyak fungsi lagi,
Kombinasi dari pendekatan-pendekatan di atas, misalnya
menerapkan fungsi terbatas pada satu lokasi. Jika fungsi tersebut sudah stabil,
kemudian memperluas berbagai fungsi pada lokasi tersebut dan kemudian diperluas
ke berbagai unit di seluruh rumah sakit.
Implementasi EHR di Sarana Pelayanan
Kesehatan yang saat ini menjadi isu hangat akan berdampak di dalam
perubahan penyelenggaraan unit kerja Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (HIM
Deparment). Unit kerja RMIK semula yang berbasis ruang kerja ke depan akan
menjadi “Department without
Walls”, “No handling of paper charts, no filing of loose sheets, and no
photocopying of records” and Coding of diagnoses and procedures is already
being performed successfully online.
Peran profesional MIK yang akan datang
mencakup: Manajer MIK, Spesialis data klinis, Koordinator informasi pasien,
Manajer kualitas data, Manajer sekuritas informasi, Administrator sumber data,
dan Riset dan spesialis penunjang keputusan.
Beberapa fungsi yang selama ini
dilakukan oleh para praktisi RMIK, akan bergeser menjadi lebih sedikit dan
sebagian lagi akan ditiadakan. Secara rinci beberapa fungsi dan pergeserannya
akan dibahas pada artikel “Peran Profesional MIK dalam EHR” edisi yang akan
datang.
Faktor yang mendukung adopsi EHR di
saryankes:
·
Perubahan
ekonomi kesehatan dengan adanya trend untuk melakukan penghematan,
·
Peningkatan
komputer literacy dalam populasi umum, termasuk generasi baru klinikus,
·
Perubahan
kebijakan pemerintah,
·
Peningkatan
dukungan terhadap komputasi klinik.
Faktor-faktor yang menghambat adopsi
EHR:
1.
Pihak
Manajemen RS
·
Ketidakmatangan
teknologi, termasuk disparitas antara tingkat pertumbuhan kapasitas perangkat
keras dengan tingkat produktivitas pengembangan perangkat lunak
·
Butuh
modal awal untuk investasi
·
Penyelesaian
dan instalasi perangkat lunak seringkali terlambat dari yang direncanakan
·
Perbaikan
untuk implementasi butuh tambahan biaya besar dan waktu yang lama
·
Permasalahan
pada pengembangan perangkat lunak meningkatkan resistensi lokal dan menurunkan
produktivitas klininikus.
2.
Pihak
Klinikus
·
Aplikasi
tidak ramah pada pengguna,
·
Fokus
utama administrator kesehatan tertuju pada sistem keuangan,
·
Membutuhkan
waktu yang lama untuk penanganan pasien khususnya dalam pengisian data
·
Sistem
EHR meningkatkan dokter menyelesaikan pengumpulan informasi secara intensif,
tetapi sulit memfokuskan perhatian pada aspek komunikasi lain dengan pasien,
·
EHR
memerlukan terlalu banyak langkah untu menyelesaikan tugas sederhana,
·
EHR
tidak efektif mengakomodasi dengan masalah berganda,
·
Dekstop
di ruang periksa mengganggu arah posisi duduk dokter dan pasien,
·
Keamanan
desktop di ruang periksa tidak terjamin jika pengunjung membawa anak-anak yang
sangat aktif.
Berdasarkan beberapa hal yang diketahui
dalam implementasi EHR, maka diperlukan standar EHR untuk meningkatkan kualitas
dan pengembangan kebijakan kesehatan, yaitu (1) Mengurangi biaya pengembangan,
(2) Meningkatkan keterpaduan data, (3) Memfasilitasi pengumpulan data agregat
yang bermakna.
Sebagai strategi dalam implementasi
EHR yang pertama, yaitu perlu adanya pemilihan Sistem EHR di sarana pelayanan
kesehatan, melalui tahapan:
1)
Penelusuran
kebutuhan
Tim kerja/komite
Merupakan komponen yang esensial dalam
asesmen dan seleksi sistem. Kepemimpinan tim ini bisa berdampak pada kesuksesan
atau kegagalan proyek. Tim ini umumnya dipimpin oleh seorang manajer atau
direktur pelayanan informasi atau orang yang memiliki posisi administratif yang
menentukan dalam struktur di organisasi tersebut
Konsultan
Konsultan dapat dibutuhkan dan
dilibatkan dalam setiap tahap seleksi sistem termasuk tahap penelusuran
kebutuhan.
Pengembangan visi
Pada tahap ini sudah harus bisa
direfleksikan visi, misi, tujuan, lingkup pelayanan dari organisasi. Hal-hal
ini harus mengidentifikasi bagaimana langkah pengembangan dari organisasi akan
dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen/klien (termasuk misalnya
meningkatkan arti dan keakuratan data klien, peningkatan kualitas dan juga
peningkatan kenyamanan kerja karyawan).
2)
Pemahaman
sistem yang ada
Dengan
memahami keadaan tentang bagaimana saat ini proses pencatatan data, pemrosesan
dan pendayagunaan informasinya bisa menjadi ”starting point” dalam
penelusuran kebutuhan.
Metode yang dapat digunakan untuk
kebutuhan ini meliputi wawancara (dengan atau tanpa kuesioner) dan observasi
terhadap kegiatan harian dalam lingkup yang akan dikembangkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam tahap
ini adalah untuk mengetahui:
·
jenis
informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap pengguna
·
siapa
saja yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem
·
bagaimana
informasi tersebut didayagunakan
·
di
tingkat mana saja dan dalam konteks apa saja informasi tersebut dibutuhkan
·
media
apa saja yang dibutuhkan dalam penangkapan data dan penyampaian informasinya.
3) Penentuan
kebutuhan sistem
Salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk menentukan kebutuhan sistem adalah dengan interview terhadap staf dari
setiap unit atau area kerja yang terkait. Interviewer harus menanyakan
informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit tersebut dan apa yang diinginkan
tapi tidak bersifat esensial (tidak harus ada). Hal yang ”dibutuhkan”
selanjutnya akan termasuk dalam kriteria necessary/mustsedangkan
hal yang ”diinginkan” akan termasuk dalam kriteria desired/wants.
Contoh informasi yang esensial tentang
klien misalnya nama pasien, dokter yang merawat, dan informasi tentang
asuransinya. Hal yang tidak dibutuhkan saat ini (wants) bisa ditelaah
lagi apakah memang akan menjadi penting pada saat yang akan datang, misalnya penerapan
teknologi pengenal suara/voice recognation.
Sebagai strategi lain dalam
implementasi EHR, yaitu harus diantisipasi adanya kesalahan (error) yang mungkin terjadi, yakni error within dan error
without.
The
Errors Within (Intrinsic risk factors): Intrinsic risk factors are anticipated
sources of errors, which are within the control of the information producer or
user, include:
·
Design:
Proses disain mendefinisikan kebutuhan users, fungsi sistem dan alur kerja
sistem
·
Data; perlu
adanya standarisasi (alur data)
·
Deployment;
ujicoba sistem baru
·
Development;
fase pengembangan konstruksi dan verifikasi disain system
·
Detection;
Deteksi kesalahan perlu dilakukan
The
Errors Without (Extrinsic risk factors): Extrinsic risk factors are
unanticipated errors caused by factors outsides of the system and beyond the
control of information producers or users, include:
·
Change; perlu
adanya perubahan-perubahan sesuai perkembangan
·
Communication;
diperlukan antar para pengguna (users)
·
Complexity;
banyaknya variasi komponen dan interface pada sistem EHR
·
Corruption
·
Conversion;
terjadi pada penyatuan, pemisahan dan transformasi informasi ke media lain
Teknologi penunjang EHR merupakan
strategi keberhasilan implementasi EHR, yaitu:
Teknologi dan Kualitas Data; teknologi dan database
serta manajemen basis data
a)
Aplikasi
b)
Pelayanan
rawat jalan
c)
Pelayanan
rawat inap
d)
Penunjang
diagnostik
e)
Lain-lain:
registrasi, statistik kesehatan, riset dan epidemiologi dll
f)
Tipe
Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
v Tipe Data: tulisan, angka, suara, image/film,
video, gambar, tanda (EEG dan ECT)
v Perangkat keras (Hardware);
pheriperal equipment (CD Rom), Data input device (workstation dan PC), Output
Devicenya (printer dan modem)
v Perangkat lunak (Software);
programming language, database.
v Lain-lain.
Hasil survey Capgemini seperti
dijelaskan pada jurnal American
Health Information Management Association (AHIMA) Januari 2005 bahwa 90%
pimpinan dari sarana pelayanan kesehatan merencanakan untuk menerapkan EHR
dalam enam bulan yang akan datang. Lebih dari 50% responden mengatakan sudah
melakukan diskusi internal atau rapat yang membahas tentang penerapan EHR serta
para pimpinan tersebut telah mengembangkan analisis keuangan terhadap dampak
penerapan EHR. Pada survey tersebut juga diperoleh informasi bahwa lebih dari
70% responden setuju bahwa penerapan EHR akan memberikan keuntungan finansial.
Modal atau investasi awal merupakan barrier utama dalam penerapan EHR.
Kendala-kendala lain dalam penerapan EHR meliputi:
(1) Physician
resistance,
(2) Lack
of technology standards,
(3) Staff
workload.
Beberapa responden juga menyatakan
bahwa budaya pelayanan kesehatan masa kini merupakan barrier pada EHR. Berdasarkan survey ini juga
dijelaskan bahwa perbedaan luas adopsi EHR memerlukan perubahan utama perilaku,
aliran kerja (workflows), hubungan antara organisasi kesehatan. Para
pimpinan menyarankan kepada pemerintah untuk:
·
Mengembangkan
standar teknologi (developed technology standards),
·
Menyediakan
subsidi keuangan untuk mendorong penerapan EHR (provide subsidies or tax credits
to encourage adoption of EHRs),
·
Menjalankan
tugas (mandate compliance),
·
Mengedukasi
para dokter dan masyarakat tentang keuntungan EHR (educate physicians and the public
about EHR benefits),
·
Menetapkan
departemen pusat untuk menyediakan pandangan secara nasional (establish a
federal department to provide national oversight).
D. Keuntungan dan Kelemahan EHR
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah
kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu:
1.
Pencegahan adverse event,
2.
Memberikan respon cepat
segera setelah terjadinya adverse
event dan
3.
Melacak serta menyediakan
umpan balik mengenai adverse
event.
Kelemahan EHR di Saryankes:
·
Membutuhkan investasi awal
yang lebih besar daripada rekam medis kertas, untuk perangkat keras, perangkat
lunak dan biaya penunjang
·
Waktu yang diperlukan oleh
key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan merancang ulang alur kerja.
·
Konversi rekam medis
kertas ke EHR membutuhkan waktu, sumber daya, tekad dan kepemimpinan
·
Risiko kegagalan sistem komputer
·
Masalah pemasukan data
oleh dokter
·
Analisis data agregat
Beberapa permasalahan yang akan muncul pada sistem EHR,
yaitu
·
Pemasukan data (data
entry), meliputi: pengambilan data (data capture), input data,
pencegahan error, data entry oleh dokter,
·
Tampilan data (data
display), meliputi: flowsheet data pasien, Ringkasan dan abstrak, turnaround documents,
tampilan dinamik,
·
Sistem kuiri (tanya; query) dan surveilans,
meliputi pelayanan klinik, penelitian klinik, studi retrospektif dan administrasi.
BAB III
PENUTUP
Implementasi EHR merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan
bagi setiap sarana pelayanan kesehatan yang dipicu oleh peningkatan mutu
pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama dalam strategi
imlementasi EHR.
Kunci sukses implementasi EHR di saryankes tidak terlepas
dari peran serta pemerintah dalam menyiapkan kebijakan terkait dengan
implementasi EHR antara lain: Standarisasi model EHR yang sesuai di sarana
pelayanan kesehatan Indonesia, Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari UU
ITE No. 11 tahun 2008 dan Pedoman pelaksanaan EHR di saryankes termasuk
standarisasi istilah-istilah data dasar yang diperlukan dalam EHR.
Professional Rekam Medis dan
Infomasi Kesehatan atau Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) wajib memiliki pengetahuan
dan keterampilan di bidang TIK untuk mengantisipasi beberapa peran professional
MIK yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Amatayakul Margret K., Electronic Health Records: A
Practical Guide for Professionals and Organizations, American Health
Information Management Assosiation (AHIMA), Chicago Illinois, 2004
Berg Marc, Health Information Management
Integrating Information Technology in Health Care Work, Routledge, New York, 2004
Deborah Kohn, When the Writ Hits the Fan: The
Importance of Managing Electronic Health Records (EHR), Journal AHIMA,
September 2004 – 75/8
Hagland Mark, Clinic EHR Streamlines HIM
Department, Journal AHIMA, March 2003 – 74/3
Hatta Gemala, Paradigma Baru Rekam Medis:
Manajemen Informasi Kesehatan,Makalah dalam seminar sehari Rekam Kesehatan
Elektronik, Jakarta 2005
Hanson Susan P., The EHR in India,
Journal AHIMA, January 2005 – 76/.
boleh minta modul lengkapnya kah dan apakah ada rumah sakit dijakarta yang sudah terakreditasi menggunakan sistem rekam medis elektronik ini?trimakasih
BalasHapusSky Casino in Jordan 7-star Discounts - Air Jordan7
BalasHapusShop for SKYCITY's 7 make air jordan 18 retro men STAR discount code and promo. Save with our latest show to buy jordan 18 white royal blue SKYCITY promotional codes & free air jordan 18 retro varsity red super promo authentic air jordan 18 retro men red for more than best air jordan 18 retro red 15 countries.